Ketenangan Jiwa

 hal yang paling serakah: aku ingin semuanya segera membaik.

pembenaran: luka perlu waktu untuk pulih, hadapilah, jangan jadi pengecut!


kata 1: overthingking

hal yang paling membebaniku selama ini. perasaan berlebihan, skenario yang berputar di kepala, terkadang menimbulkan kecemasan luar biasa. kegelisahan yang tercipta dari hubungan yang tidak stabil, kekosongan, dan kebingungan yang terus mengikutiku, menggiring otakku untuk berpikir banyak hal. 

di antara semua itu, ada dua pilihan sulit yang harus kuhadapi. keduanya tampak benar, tapi juga salah dalam waktu yang bersamaan. aku berusaha mencari jawaban, tetapi semakin kupikirkan, semakin aku terjebak dalam ketidakpastian. faktanya, aku terjebak dalam alur pemikiran yang tak kunjung selesai dan tidak ada jalan pintas untuk itu.

berhenti sejenak. menyadari bahwa ini melukai jiwaku, aku mengambil buku bacaan di belakang monitor. perlahan, aku memahami kata demi kata, menangkap makna dari tulisan penulis favoritku. ajaib! hal yang menjengkelkan itu menghilang. aku hanya fokus pada tulisan. ini lebih baik daripada terjebak dalam pikiran yang tiada habisnya. ternyata, membaca bisa menenangkan pikiran, pikirku.

selesai. kututup buku itu. tak lama, kenangan masa lalu tiba-tiba melintas lagi di kepala, membuat kepala dan hatiku sakit. sakit sekali. kenapa datang lagi? kenangan dan perasaan yang tidak bisa kukendalikan terkadang membuatku jengkel. mungkin aku bisa mengikuti otakku, tapi tidak dengan hatiku. kesadaran ini membawaku pada sebuah fakta: membaca tidak bisa memulihkan luka jiwa dalam satu malam.


kata 2: luka

aku benci sunyi, karena ia memunculkan kembali kenangan dan rasa sakit yang datang tanpa permisi. aku ingin sembuh. aku percaya suatu hari aku akan sembuh. ada hari-hari yang terasa berat, namun ada juga hari-hari yang terasa lebih baik. yang kusadari, beberapa luka memang tidak benar-benar hilang hanya bersembunyi dalam rutinitas, sekadar pengalihan perhatian.

luka yang aku maksud bukan luka fisik. luka ini adalah ketakutan yang tak terucapkan, kekecewaan yang dipendam, harapan yang tidak terwujud, dan keraguan yang terus-menerus menghantui. ada saat di mana aku merasa pikiranku seperti pusaran angin, mempertanyakan hal-hal yang mungkin tak perlu dipertanyakan. di dalam pusaran itu, tersembunyi luka-luka kecil yang sering kali tak terlihat oleh siapa pun.

banyak hal yang sulit diungkapkan dengan kata-kata, termasuk penerimaan diri. luka yang kudapatkan ini melibatkan perasaan yang bercampur aduk. bersembunyi di balik ketenangan wajah yang luar biasa, terkadang aku berpikir, apakah aku memiliki banyak muka? namun, yang kusadari adalah ada sebuah luka yang menganga hebat dan tidak bisa begitu saja diabaikan.

luka-luka ini tidak harus selalu kusimpan sendiri. ada ruang untuk sembuh, ada tempat untuk menerima, dan ada waktu di mana aku bisa berkata, tidak apa-apa jika aku belum baik-baik saja. luka bukan untuk disembunyikan selamanya. terkadang, luka hanya butuh diterima bukan untuk dihapus, tetapi untuk dipahami.


kata 3: pulih

ketenangan jiwa lebih penting dari apapun. aku belajar menerima bahwa tidak semua hal bisa kukendalikan, dan itu bukan kelemahan, melainkan bagian dari keseimbangan hidup. waktu memberi ruang untuk tumbuh, memahami, dan menerima tanpa harus terburu-buru.

aku memilih untuk fokus pada apa yang ada di depan, bukan terjebak dalam pusaran pikiran yang tak berujung. hal-hal sederhana seperti membaca, menulis, atau sekadar menikmati udara luar menjadi jembatan kecil menuju ketenangan. mindfulness mengajarkanku bahwa hadir sepenuhnya dalam setiap momen adalah cara terbaik untuk berdamai dengan diri sendiri.

ketidakpastian adalah bagian dari perjalanan. bukan untuk ditakuti, melainkan untuk diterima. saat pikiranku mulai dipenuhi pertanyaan tanpa jawaban, aku belajar untuk berhenti sejenak, bernapas, dan membiarkan segala sesuatu mengalir sebagaimana mestinya.

aku tidak perlu terburu-buru untuk merasa baik-baik saja. setiap langkah kecil tetap berarti, dan tidak apa-apa jika butuh waktu lebih lama untuk pulih. selama aku terus berjalan, aku tahu bahwa ketenangan bukan sesuatu yang harus kukejar, tapi sesuatu yang perlahan akan kutemukan dalam diriku sendiri.


kata 4 dan 5: ketenangan jiwa

hidup selalu menghadapkan pada pilihan yang berat, dengan konsekuensi yang tak terelakkan. aku belajar bahwa tidak semua bisa kuubah tanpa kehilangan sesuatu yang lain. maka, aku memilih menjalani setiap proses dengan hati yang lapang.

doa adalah pegangan terkuatku. bukan sekadar harapan, tapi wujud penerimaan bahwa segala sesuatu telah digariskan dengan cara yang lebih baik dari yang kubayangkan. dalam doa, aku melepaskan ketakutan dan mempercayakan segalanya pada yang lebih besar.

tidak ada yang bisa merendahkan jiwaku selain diriku sendiri. aku memilih berdamai dengan ketidakpastian, menghormati setiap langkah yang kuambil, dan menerima bahwa ketenangan sejati ada dalam cara kita memahami perjalanan, bukan hanya pada hasil akhirnya.

apapun yang terjadi, aku percaya bahwa cinta dan doa akan selalu menyertai mereka. dan dengan itu, aku melangkah, dengan hati yang ikhlas.


aishameinn

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kita dan Jarak

Batu Karang

Perayaan Patah Hati